skip to main |
skip to sidebar
Mimpi. Banyak film yang sengaja dibuat untuk menginspirasi penontonnya untuk tidak pernah berhenti bermimpi dan berusaha mewujudkannya, karena seperti kata Agnes Monica “tak ada mimpi yang terlalu besar untuk diraih” oleh sebab itu “mimpi besar harus menjadi budaya”. Terlepas benar atau tidaknya hal tersebut, semua pasti setuju kalau semua orang itu mempunyai mimpi, karena mimpilah hidup menjadi lebih bergairah, asal tidak terjebak terlalu dalam di alam mimpi. Film tentang usaha mewujudkan mimpi seringkali hadir lewat film bertemakan olahraga. Masih ingat dengan mimpi seorang imigran di film Sugar? Atau mimpi seorang cewek yang ingin meretas karir sebagai pesepakbola handal layaknya David Beckham di Bend it Like Beckham? Dari dalam negeri, kita pernah disuguhi kisah perjuangan seorang anak dalam film KING demi menjadi pemain bulu tangkis yang tangguh.
Kisah perjuangan meraih mimpi kembali hadir lewat Africa United dan Patiala House.AFRICA UNITEDFilm arahan Debs Gardner-Paterson yang mempunyai tagline “anything is possible” ini mengisahkan 5 anak dari benua Afrika dalam usahanya melibatkan diri dalam kemeriahan Piala Dunia 2010 yang berlangsung di Africa Selatan. Mereka menempuh perjalanan sepanjang ribuan mil demi mimpi tersebut. Usaha lima anak Africa tersebut terkesan bagai sebuah mission impossible mengingat Africa yang kita tahu dibayangi oleh konflik bersenjata yang tak ada habisnya, kurang terjaminnya kebutuhan pokok dan pendidikan, kerasnya kondisi geografi serta ancaman virus mematikan, dalam hal ini HIV/AIDS.
Sesuai dengan tagline filmnya kalau tak ada yang mustahil, film ini pun menghadirkan pesan kalau apapun mimpi kamu bukanlah sebuah masalah sepanjang kamu berusaha keras untuk mewujudkannya. Dibalik kepolosan para bocah, tersimpan sebuah tekad sekeras baja. Perjalanan mereka terasa asyik untuk dinikmati dengan selipan guyonan ringan sekaligus menebarkan pesan perdamaian dan persatuan. Belum lagi selipan dongeng Dudu (Eriya Ndayambaje) yang divisualisasikan dengan menarik. Lewat Africa United sekali lagi dapat kita lihat kalau sepak bola adalah olah raga paling popular di jagat raya ini. Lewat sepakbola, semua manusia berkumpul tanpa memandang asal usul. Endingnya, meski terselip rasa sedih namun ada kehangatan dan optimisme yang terpancar. Bagian yang paling saya suka adalah pembuka dari film ini yakni ketika Dudu memberikan penjelasan cara membuat bola dari…kondom!PATIALA HOUSEKamu punya mimpi dan kamu berusaha mewujudkannya. Namun, ketika ayah kamu tercinta bisa terluka oleh usahamu meraih meraih mimpi, apa yang akan kamu lakukan? Tetap memperjuangkannya atau justru menyerah dan mengorbankan mimpimu? Itulah yang dialami oleh Gattu (akhsay Kumar). Impiannya menjadi pemain kriket paling wahid terganjal oleh idealism sang ayah (Rishi Kapoor). Semuanya bermuara pada peristiwa di masa lalu yang membuat sang ayah marah terhadap segala hal yang berbau Inggris. Padahal, mereka tinggal di Inggris. Sejak peristiwa masa silam yang meninggalkan dendam, sang ayah menjadi tiran di Rumah Patiala dimana yang tinggal di dalam harus tunduk pada apa yang dia mau. Termasuk Gattu yang terpaksa mengubur mimpinya dan mengelola toko yang dimodali oleh ayahnya.
Keteraturan (semu) di dalam Rumah Patiala menjadi goyah tatkala datang tawaran menggiurkan yang menghampiri Gattu. Meski awalnya tidak berkenan, berkat usaha Simran (Anuskha Sharma yang cuaaaantik banget), Gattu akhirnya menerima tawaran untuk menjadi anggota tim kriket Inggris. Berbagai usaha dilakukan Simran beserta kerabat Gattu agar sang ayah tidak mengetahui hal tersebut. Namun, pada akhirnya tinggal menunggu waktu untuk semuanya terbongkar. Bagaimanakah reaksi sang ayah? Dan apa yang yang bakal dilakukan oleh Gattu? Buat yang rajin menyimak film olah raga khas Holly, tentu sudah tahu endingnya akan seperti apa.
Gattu yang sempat menyerah, akhirnya memilih jalan yang berseberangan dengan ayahnya. Hal tersebut dia maksudkan bukan untuk dirinya semata. Gattu sadar dirinya menjadi tumpuan dari kerabat lainnya yang juga terkubur mimpinya, karenanya dia enggan untuk menyerah. Gattu terpilih menjadi duta untuk mendobrak keangkuhan sang ayah. Keberhasilan Gattu mewujudkan mimpi akan merangsang yang lainnya untuk juga berjuang demi mimpi mereka. Gattu adalah pahlawan bagi penghuni Rumah Patiala. Sang inspirator. Karena, setiap orang yang mempunyai mimpi pasti punya sosok yang dia pilih sebagai sumber inspirasi. Meski mimpinya disumbat oleh sang ayah, Gattu nyatanya tidak pernah lupa akan pesan yang ayah sebelum peristiwa buruk menimpa dulunya yakni “siapa yang ditertawakan, akan tiba waktunya dia akan dipuja” (terjemahan bebas hehehe…)Diantara dua film diatas, saya pribadi lebih menyukai Africa United berkat penceritaan yang lincah, suguhan keindahan alam Africa, balutan pesan moral serta kritikan terhadap situasi yang ada. Durasinya juga lebih singkat, tidak mencapai 90 menit. Bandingkan dengan Patiala House yang berdurasi 140 menitan dan berisi beberapa adegan yang tidak terlalu penting. Patiala House bukanlah film yang mengecewakan. Setelah beberapa kali disuguhi aksi komikal dari Akhsay Kumar, kali ini saya lumayan menikmati aksinya yang lebih serius.Buat yang kangen dengan Rishi Kapoor dan Dimple Kapadia, bisa menuntaskannya lewat film ini. Selain punya pesona fisik yang mengesankan, Anuskha Sharma bukanlah tempelan semata dan kehadirannya selalu membawa suasana ceria. Tidak hanya bagi Gattu yang selalu murung, namun juga bagi penonton. Dan saya ….*sesenggukan*….dan saya…..*sesenggukan*….menangis menonton Patiala House.
0 comments:
Posting Komentar