Ditengah situasi yang tidak kondusif dan sangat berbahaya, Maria (Isabelle Huppert) yang harusnya melakukan aksi penyelamatan diri justru bersikeras untuk tinggal. Dan yang tidak bisa dipahami oleh banyak orang, Maria justru disibukkan dengan usahanya mencari dan mengumpulkan orang – orang yang bersedia membantunya memanen kopi. Keteguhan hati Maria membuat dirinya bersitegang dengan keluarganya. Situasi makin tak terkendali ketika seorang petinggi pemberontak “menumpang” di perkebunan milik Maria. Mampukah Maria bertahan? White Material berhasil memikat saya dengan dominannya karakter Maria berseliweran di layar. Dibalik tubuhnya yang terkesan ringkih tersimpan sebuah kekuatan dan keteguhan yang mengagumkan. Maria seakan tak pernah kehilangan daya dalam mencapai apa yang menjadi sasarannya meski terhimpit dengan situasi tak menentu yang membahayakan, tidak hanya bagi dirinya namun juga terhadap keluarganya. Keteguhan sikap dan dinamika pergerakan Maria yang melebihi para pria disekelilingnya terlihat kontras dengan situasi yang ada, mengingat jenis kelaminnya yang sering diasosiakan sebagai makhluk lemah. Kekontrasan tersebut makin kentara mengingat Maria adalah sosok berkulit putih di negeri yang menjadi tanah kelahiran orang berkulit gelap.
Keteguhan dan kekerasan hati dari Maria selain terasa mengagumkan juga kadang membuat gemas. Usahanya memanen kopi di tengah carut marutnya situasi mengesankan dia sosok yang materialistis. Saya kurang begitu paham mengapa Maria bisa sekeras itu. Apakah sosok Maria dihadirkan sebagai sebuah sindiran akan ketamakan bangsa kulit putih yang dalam sejarah dikenal suka melakukan penjajahan di Negara lain? Pemikiran tersebut dimentahkan dengan kenyataan kalau Maria besar di negeri yang tengah berkecamuk tersebut. Meski berkulit putih, Maria adalah warga juga. Mungkinkah keengganannya meninggalkan perkebunan dilandasi kecintaannya akan tanah tempat dia mendapatkan hasil (kekayaan)? Itulah kehebatan (atau kekurangan?) dari White Material karya Claire Denis ini. Kita tidak mempunyai pegangan yang pasti akan apa yang tersaji dilayar. Claire Denis menggulirkan cerita bak gelinding bola liar yang tak jelas menuju kemana.
Dengan dominannya sosok Maria, tak pelak sepanjang layar kita disuguhi aksi dari Isabelle Huppert. Berkat Isabelle Huppert, sosok Maria mampu menyihir saya dengan kekuatan karakternya dibalik kerapuhan fisik. Meski jarang melontarkan dialog, wajah Maria menyiratkan banyak hal, terutama soal kekerasan hati. Luapan emosi di penghujung film terasa mengejutkan. Tidak menyangka dia bisa melakukan hal itu. Kekuatan karakter Maria tidak hanya ditopang oleh penampilan apik dari Isabelle Huppert semata. Penegasan karakter Maria oleh Claire Denis dilakukan dengan memposisikan Maria dengan sedemikian rupa pada banyak adegan. Lihat saja bagaimana Maria bergelantungan di mobil yang dipenuhi dengan orang – orang berkulit gelap atau sosok Maria di tengah padang yang menghadirkan sebuah kekontrasan yang amat mencolok. Pemosisian tersebut selain menghadirkan kekontrasan juga memberikan sebuah suguhan keindahan tersendiri.
0 comments:
Posting Komentar