JORG BUTTGEREIT


“We are all afraid of death. That's why we have to deal with it. In one way or another.”

Jörg Buttgereit. Pernah mendengar nama yang satu ini? Kalau kamu mengaku penggila sinema namun masih asing dengan nama pria kelahiran Jerman ini, tak perlu berkecil hati. Namanya memang kurang dikenal oleh pecinta film mainstream. Apalagi karya-karyanya memang belumlah banyak. Pria yang pada 20 Desember nanti berusia 47 tahun ini mungkin hanya dikenal oleh penikmat film-film tak lazim alias sinting. Jörg Buttgereit dikenal berkat keberaniannya menghadirkan gambar-gambar yang mungkin akan dinilai banyak orang sebagai tayangan rendah, memuakkan, amoral dan sejenisnya. Setelah saya menyaksikan sendiri kreasinya, percayalah, film-filmnya benar-benar sinting! Dari yang saya baca, kesintingan kreasi Jörg Buttgereit tersebut ternyata bukannya tanpa alasan. Nekromantik yang sempat dilarang untuk diputar di beberapa negara, merupakan bentuk protes dari Jörg Buttgereit terhadap sensor ketat yang dilakukan oleh pemerintah Jerman pada waktu itu (1987).
Saya cukup beruntung sempat menikmati 4 film layar lebarnya yang cukup sulit didapat. Berikut kesan sekilas saya setelah menikmati film – film sinting kreasi Jörg Buttgereit.


NEKROMANTIK ( 1987 )


Durasinya hanya 75 menit. Namun saya jamin, tidak semua orang bisa bertahan menikmati sajian penuh visualisasi menjijikkan ini. Mengisahkan sepasang kekasih (Rob dan Betty) yang terobsesi dengan mayat, kita disuguhi dengan gambar – gambar tubuh rusak dan membusuk. Sebelum mendapatkan mayat utuh yang bisa diajak ”bercinta” Rob sibuk mengkoleksi organ tubuh manusia yang sudah meninggal. Coba bayangkan, perut yang diobok – obok demi mendapatkan ginjal, hati dan sejenisnya. Tubuh (busuk) manusia yang kadang diperlakukan sebagai sesuatu yang tidak berharga, bagi cowok sinting tersebut diperlakukan layaknya lahan dimana harta karun tersembunyi.


Kegilaan yang membuat mual makin menjadi-jadi ketika Rob mendapatkan mayat utuh yang disambut suka ria oleh Betty yang senang berendam dengan darah. Betty dan Rob menempatkan si mayat sebagai ”orang ketiga” yang pantas mereka ajak threesome! Belum cukup ganjil, kelamin si mayat (laki-laki) oleh Betty diganti dengan benda yang terbuat dari materi yang rasanya cukup menyakitkan walau hanya dibayangan saja. Oleh Jörg, adegan persenggamaan bertiga dikemas jauh dari kesan vulgar. Bahkan, ada kesan dia berusaha meromantisir adegan tersebut. Dan sok nyeni juga hehehe... Mual, tapi sukses membuat saya bertanya-tanya, apakah benar-benar ada orang yang suka bercinta dengan mayat. Saya takjub ketika tahu film ini diselesaikan ketika Jörg Buttgereit baru berumur 24 tahun! Film ini diakhiri dengan KLIMAKS yang makin mengukuhkan betapa sintingnya film ini. Klimaks dalam artian sebenarnya dan diteruskan dengan adegan penutup yang menuntun kita pada Nekromantik 2.


NEKROMANTIK 2 ( 1991 )


Jörg Buttgereit secara cerdik menempatkan adegan akhir dari Nekromantik sebagai pembuka di Nekromantik 2. Saya benar-benar dikelabui oleh Jörg Buttgereit, ketika mengira cewek itu adalah Betty. Karena sudah menyaksikan hal-hal sinting berkaitan ”kisah cinta” manusia dengan mayat, sensasi mual dari Nekromantik 2 ini tidak sekuat yang pertama, meski tetap saja hadirkan beberapa hal yang cukup menjijikkan. Saya sangat terkesan dengan bagaimana Jörg Buttgereit menghadirkan gambar proses pembusukan mayat. Entah yang dilayar itu mayat beneran atau bukan, namun Jörg Buttgereit mampu menyajikannya dengan meyakinkan. Dia seakan menuangkan pengalamannya pribadi dalam mengamati proses pembusukan mayat.
Berbeda dengan Nekromantik pertama yang terkesan meromantisir kisah cinta manusia dengan mayat. Dalam Nekromantik 2, Jörg Buttgereit terlihat lebih ”beradab” dengan menghadirkan dilema dari karakter si cewek dalam menentukan pilihan. Antara mayat dengan manusia. Mencintai kematian atau kehidupan? Meski endingnya masih berpeluang membuka kisah baru, namun jauh lebih optimis ketimbang yang pertama. Sebagai bonus, kita akan dibuat terhibur dengan proses pengisian suara sebuah produksi film porno.


DER TODESKING / THE DEATH KING ( 1989 )


Terdiri dari tujuh kisah, berdasarkan hari – hari dalam seminggu dimana ada kematian dalam setiap harinya. Ada banyak cara untuk mati dan beberapa diantaranya ditunjukkan dalam Der Todesking ini. Mulai dari minum racun, gantung diri, menembak diri sendiri, lompat dari jembatan hingga membenturkan kepala sampai mengalami kerusakan otak. Film ini terlihat sangat eksperimental, selain pemilihan gaya betutur yang berbeda-beda tiap segmen, juga sajian gambar yang sangat variatif dan menarik. Der Todesking bisa jadi merupakan karya Jörg Buttgereit yang paling saya sukai. Menurut saya, konsepnya cukup kuat.

SCHRAMM : INTO THE MIND OF A SERIAL KILLER (1993)


Kali ini Jörg Buttgereit mengajak kita untuk mengenal secara lebih mendalam kehidupan seorang serial killer bernama Lothar Schramm (Florian Koerner von Gustorf). Film ini tidak hanya menyoroti aksi Schramm ketika memperlakukan korbannya, namun juga bagaimana dia mengisi hari – harinya yang sepi. Banyak aktivitas tak lazim Schramm yang terekspos dengan gamblang. Namun, tetap saja aksi-aksi sintingnya yang menghantui saya sampai berhari –hari. Susah rasanya menghapus memori akibat menonton aksi dari Schramm ini.
Bagaimana kamu bisa lupa dengan mudah kalau disuguhi adegan penyembelihan yang lebih kejam ketimbang yang dilakukan Gambir di Pintu terlarang, pencopotan bola mata oleh dokter gigi dan penghancuran anggota tubuh dengan palu dengan tanpa ampun dan motif apa yang melandasinya. Namun tak ada yang lebih membuat ngilu dan ngeri selain pemakuan penis yang disajikan dengan amat sangat nyata! Belum lagi adegan – adegan ganjil seperti Schramm yang bercinta dengan boneka cewek setengah badan, vagina dentata yang terlihat jauh lebih mengerikan dan menjijikkan ketimbang vagina dentata dalam film Teeth dan beberapa adegan lainnya. Jörg Buttgereit benar – benar membuat saya lemas dengan gempuran visual yang mengoyak rasa namun juga membuat penasaran. Siapa sebenarnya yang sinting? Sang creator atau mereka para penikmat? Schramm: Into the Mind of a Serial Killer menjadi salah satu film yang mungkin enggan kita tonton lagi.


Meski menjijikkan, sekali lagi Jörg Buttgereit mengemasnya dalam olahan gambar yang menarik. Saya suka dengan bagaimana Jörg Buttgereit menempatkan kamera di sudut-sudut yang tak terbayangkan sebelumnya. Sangat kreatif. Gaya bertutur yang dipakai Jörg Buttgereit dalam Schramm ini juga tidaklah linear yang membuat kita penasaran apa maksud dari sebuah adegan. Rasa penasaran ini sedikit demi sedikit bisa tercerahkan dan Jörg Buttgereit memberikan penjelasan yang cukup mengapa Lothar Schramm akrab dengan kekerasan. Tentu saja dengan cara yang….mengoyak rasa dan melukai peri kehewanan kita.



Lewat film – filmnya, Jörg Buttgereit sering menghadirkan sosok – sosok terasing yang tidak atau sulit terhubung dengan dunia luar dan memilih kematian sebagai pelarian. Kematian tampaknya wajib hadir dalam karya Jörg Buttgereit. Kematian yang ditakuti oleh banyak orang, justru diakrabi oleh Jörg Buttgereit dengan tujuan penikmat filmnya lebih bisa menerima kematian sebagai hal biasa layaknya kehidupan. Sebuah tujuan yang mulia bukan?! Sayangnya, dihadirkan dengan pendekatan yang sinting hehehe…

3 comments:

Rijon mengatakan...

Mampir.

Baru nonton Nekromantik yang pertama, gila memang. Tapi kurasa Jörg Buttgereit gak asal membuat film sintinya sekedar jadi sebuah kontroversi.

Beberapa meyakini Nekormantik sebenarnya lebih ditujukan sebagai kritik sosial dalam bentuk simbolik. Aku suka juktposisi tentang lingkungan sekitar mengontrol Rob dan tentang dunia fantasi dunia mistik/fantasi Rob yang dia kontrol sendiri.

Anonim mengatakan...

au au au au penasaran jadi pengen nonton karyanya, aku belum pernah denger profilnya dy wekekekek makasih mas soeby, poster2nya mantapf tuh

Soeby mengatakan...

@Rijon : Iya. Sayangnya (mungkin) tidak banyak yang bisa menangkap hal tersebut.

@delupher : film - film diatas aku dapatkan di http://www.kaskus.us/showthread.php?p=174121227

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST