CRASH

Terus terang saya agak kesulitan mencerna film arahan David Cronenberg ini. Secara kasat mata, film ini berisi seks dan kekerasan yang disajikan secara simultan dengan rentetan gambar yang sukses membuat saya terperangah dan susah untuk dibuang dari ingatan. Begitu layar dibuka, kita sudah disuguhi dengan petualangan (seksual) dari pasangan James Ballard (James Spader) dan Catherine (Deborah Kara Unger). Pasangan ini menurut saya termasuk pasangan aneh, tidak hanya perilaku mereka namun juga dari cara mereka berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Ada sebuah pola komunikasi dan interaksi tak lazim diantara keduanya yang melenceng dari pakem yang selama ini saya pahami. Namun dari ketidaklaziman tersebut, saya melihat adanya sebuah kesetaraan posisi antara si pria dan wanita. Tidak ada superior dan inferior.
Petualangan (seksual) keduanya makin terasa tak lazim dan ugal - ugalan paska James terlibat dalam sebuah kecelakaan yang menewaskan suami dari Dr. Helen Remington (Holly Hunter). Banyak kejutan menghampiri setelahnya, tidak hanya bagi James dan Catherine namun juga bagi penonton. Apalagi ketika Helen memperkenalkan sosok Vaughan (Elias Koteas) yang terobsesi dengan kecelakaan yang melibatkan mobil. Vaughan menyeret James, Catherine dan kita pada petualangan ganjil yang mungkin memuakkan bagi sebagian kalangan tertentu, namun bagi sebagian kalangan yang lain, petualangan tersebut bisa jadi amat menggairahkan.


Seks dan kekerasan. Dua hal yang kelihatannya berbeda, namun kalau dipahami lebih mendalam ternyata mempunyai persamaan, bahkan tak jarang keduanya mempunyai keterkaitan yang cukup erat. Dalam seks dan kekerasan, maksud saya yang melibatkan dua insan saja, terkandung unsure kekuasaan dan kekuatan dimana erat kaitannya dengan posisi masing – masing pihak. Seks dengan kekerasan dapat terjadi ketika pihak yang merasa superior merasa terancam eksistensinya, atau mungkin karena memang gila dengan kuasa hingga menunjukkannya dalam aktivitas seksual. Seks yang ideal (bagi saya) adalah saat kedua belah pihak tidak merasa berada di posisi lebih atas pasangannya. Setara. Tapi oh tapi…seks pada kenyataanya membawa berbagai macam kepentingan dan tujuan. Belum soal implikasinya. Ribet deh. Seribet tokoh – tokoh dalam Crash mencari posisi yang ueenaaaak saat melakukan aktivitas seksual.
Crash memang tidak menghadirkan adegan kekerasan secara nyata, namun rangkaian cerita dan gambar yang diolah sedemikian rupa oleh David Cronenberg menyiratkan hal tersebut. Makanya, sepanjang layar berseliweran orang – orang yang menderita luka, tidak hanya sebatas fisik, namun juga psikis. Sebuah luka yang anehnya tidak dirasakan dan tidak membuat jera. Sama halnya dengan seks dan kekerasan. Luka tidak hanya melekat pada tokoh – tokoh yang hadir di layar. Bagi saya, film Crash memunculkan perasaan miris di salah satu sudut kecil hati saya. Siapa yang tidak terenyuh melihat ekspresi Deborah Kara Unger paska aksi Elias Koteas di tempat pencucian mobil?


Lalu apa kaitannya antara sex dan kekerasan dengan mobil? Saya sendiri juga heran dengan obsesi terhadap mobil (rusak) yang hadir dalam Crash ini. Mungkin pernyataan David Cronenberg dalam sebuah wawancara sedikit membantu pemahaman.
“When I was a kid, the guy who had a car had sexual power over the girls in class. He could take them away. It was a place you could have sex in. It wasn't just status. You could take the girl away from the protection of her house and now she is more or less in your power. We all know that "my way or the highway" routine, and that was very real. When I grew up, that was a reality -- if you had a car you had sexual power."
Hmmm…komentar diatas pada selanjutnya bakal diikuti dengan pemahaman dan diskusi yang sangat luas, terutama soal gender. kekuasaan, gender, (politik) tubuh, anomaly, kecelakaan. Ribet ah. (politik) tubuh, anomaly, kecelakaan. Ribet ah.