HIJAB = UANG




Hijab ada dimana – mana! Yup, sekarang ini pemandangan perempuan berhijab bukanlah sesuatu yang aneh lagi. Berbeda dengan dahulu kala dimana pemakaian hijab masih mendapatkan pembatasan, terutama di lingkungan kerja, lingkungan sekolah dan lingkungan – lingkungan tertentu lainnya. Ketika dulu perempuan hijab dipandang sebagai sosok aneh, yang terjadi sekarang justru sebaliknya. Hijab seringkali dikaitkan dengan tingkat keimanan seorang perempuan terhadap agama yang dianutnya, yakni Islam. Hijab adalah simbol agama, karenanya pemakaiannya menimbulkan konsekuensi – konsekuensi menurut syariah agama. Namun apakah realitanya demikian adanya? Sudah bukan rahaisa umum, hijab sekarang ini, ketika makin banyak pemakainya, justru semakin kehilangan kesakralannya. Hijab, bukan lagi semata simbol agama, namun sudah merupakan bagian dari fashion item dan gaya hidup. Fenomena hijab dengan segala warna – warninya dicoba ditangkap oleh Hanung dan dituangkan dalam film layar lebar terbarunya yang berjudul Hijab.
Filmnya sendiri cukup memberi hiburan kepada saya dan juga banyak penonton lain. Banyak tawa dan senyum yang hadir ketika menontonnya di bioskop. Lewat pertemanan 4 perempuan, yakni Sari, Bia, Anin dan Taka (Zaskia A Mecca, Carissa Putri, Natasha Rizky dan Tika Bravani), Hanung mencoba mengangkat secuil kisah dari sesuatu bernama “hijab”. Mengapa saya bilang secuil? Karena, meski sesuatu itu hanyalah seonggok kain, nyatanya menyimpan buanyak sekali kisah, yang tentunya lewat 4 tokoh perempuan belumlah cukup untuk mewakilinya. Namun sekali lagi, Hijab cukup berhasil menghadirkan tontonan yang menghibur lewat sindiran – sindiran dan suasana komikal. Pilihan warnanya memberikan sajian visual yang enak dipandang, dinamika ceritanya lumayan tergarap baik dan juga didukung penempatan musik asyik yang pas.
Namun, sebagai film tentang hijab, apakah Hijab merupakan film yang berhasil? Dengan tegas saya menjawab, tidak! Bukan karena persoalan yang secuil tadi, namun karena menurut saya, pada dasarnya film ini bukanlah film tentang hijab. Dalam pandangan saya, hasil dari peneyerapan saya yang bisa saja kurang tepat, film Hijab ini lebih menyoroti hubungan pria/wanita (baca : suami/istri), terutama dari perspektif ekonomi. Bayangkan tokoh dalam film ini tanpa hijab, maka tidak akan mempengaruhi secara drastis kisah yang dihadirkan. Banyak hijab dalam film ini, namun konflik rumah tanggalah yang lebih mengemuka. Padahal, selain sudah diakhiri dengan kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan, film ini sudah berangkat dari titik yang sudah tepat, yakni ketika muncul pertanyaan “mengapa berhijab?”. Memang sudah terungkap alasannya, namun pernahkan muncul persoalan yang benar – benar ditimbulkan oleh hijab? Apakah hijab benar – benar menjadi sumber konflik? Sepanjang cerita bergulir, saya menantikan sekuen yang menegaskan “saya berhijab, maka saya….”. Tidak ada pergulatan yang nyata antara hijab dengan pemakainya. Hijab dalam film ini hanyalah sebatas ornamen yang bisa diganti dengan fashion item yang lain tanpa mempengaruhi jalan ceritanya. Film dengan judul Hijab, namun bahasan utamanya bukan tentang hijab. Ibaratnya, fisik berhijab, tapi hatinya tidak.
Berangkat dari pemahaman saya diatas, muncul penyimpulan saya terhadap hadirnya film Hijab ini. Maafkan kalau saya salah, Hijab pada ujung-ujungnya semacam bukti dukungan Hanung Bramantyo terhadap bisnis yang dijalankan oleh istrinya, Zaskia A Mecca. Ini sejalan dengan salah satu pesan moral yang terselip dalam film Hijab ini, yakni suami istri itu harus saling dukung dan selain memperingatkan, terutama dalam aktivitas ekonomi. Zaskia sendiri saat ini sedang menjalankan bisnis produk kain untuk para perempuan muslim. Nama labelnya? Meccanism dooong. Zaskia juga menjadi brand ambassador merk kosmetik yang lumayan banyak nampang dalam film ini, bahkan sebelum filmnya dimulai.
Apakah yang dilakukan oleh Hanung salah? Ya enggak dong. Suami yang ideal ya harus seperti itu. Mendukung aktivitas istri yang insya allah memberikan banyak manfaat buat banyak pihak. Sama seperti kita tidak bisa menyalahkan dan mencibir pilihan seseorang untuk berhijab, bagaimanapun gayanya. Serahkan saja penghakiman pada Tuhan. Bagaimana sebaiknya kita sebagai penonton dalam menyikapinya? Santai - santai sajalah. Meski tidak terlalu memuaskan, Hijab adalah film yang menyenangkan. Buanyak sekali cameo hadir dan menceriakan suasana. Akting pemainnya juga lumayan bisa dinikmati. Film yang menghibur adalah sesuatu yang masih langka di ranah film Indonesia. Eh...tapi menghibur bagiku, belum tentu menghibur juga buatmu sih. Lagian, sudah lama juga kan Hanung gak bikin film yang nyante.
Pada akhirnya film Hijab bukanlah film tentang hijab. Hanung dengan Hijab-nya ini  adalah semacam wujud kejelian menangkap potensi ekonomi yang ada. Tidak berbeda dengan pebisnis ragam jenis produk kain bernuansa Islami lainnya. Ada pasar yang semakin luas, ada peluang mengeruk banyak rupiah. Hijab ini seperti paket combo buat Hanung. Bisa bersenang – senang berkreasi, makin disayang istri dan rumah tangga makin harmonis *amin*. Dan siapa tahu dapat bonus banyak fulus kalau mulus diterima pasar. Hijab bukan lagi semata simbol. Hijab adalah fashion. Hijab adalah lifestyle. Hijab adalah UANG.

0 comments:

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST