Hari itu, Jane (Brit Marling) berpamitan pada teman tidurnya untuk pergi ke Dubai. Sesampai di bandara setelah teman tidur yang mengantarnya berlalu, Jane menyelinap ke lain tempat. Jane tidak ke Dubai. Jane telah berganti identitas menjadi Sarah. Sebagai Sarah, Jane menjalankan misi menyusup ke dalam sebuah kelompok perlawanan yang sasarannya adalah mereka – mereka yang dianggap mendatangkan kemudaratan kepada umat. Jane adalah seorang agen rahasia di bawah komando Sharon (Patricia Clarkson). Terpilihnya Jane untuk menjalankan misi tersebut adalah sebuah pilihan tepat, karena tidak butuh lama Jane/Sarah berhasil masuk ke dalam lingkungan The East yang dikoordinir oleh Benji (Alexander Skarsgard).
Lewat misi penelusupan Jane/Sarah, kita diajak untuk melihat lebih dalam aksi dari The East. Apa latar belakang gerakan yang mereka jalankan dan bagaimana gerakan tersebut mereka eksekusi. Zal Batmanglij berhasil meramu The East menjadi sebuah tontonan asyik yang mampu membetot perhatian kita. The East menjadi sedikit berbeda dari kebanyak film tentang agen rahasia, mengingat karakteristik The East yang unik. Dan kita juga disuguhi pergulatan batin dari Jane/Sarah ketika dia semakin dalam terseret dalam lingkup The East.
Sebagai sebuah spy thriller, The East tak hanya menyuguhkan ketegangan dan misteri. Namun, isu – isu yang diangkat didalamnya berhasil memancing kegelisahan pada penonton (baca : saya). Dampak yang dihadirkan dalam The East ini serupa dengan film – film Brit Marling sebelumnya yang sudah saya tonton seperti Another Earth dan Sound of My Voice, yakni kegelisahan. Rasa Gelisah yang membuat Jane/Sarah (dan kita) lebih hidup, karena merangsang pergerakan. Rasa gelisah ini ditegaskan dalam salah satu quote (yang akan sangat memorable bagi saya), “I come back because I missed being uncomfortable”. Dan saya belum kapok dibuat gelisah oleh Brit Marling.
0 comments:
Posting Komentar