J’AI TUE MA MERE / I KILLED MY MOTHER


J’ai Tue Ma Mere menghadirkan gesekan tiada henti antara Hubert Minel (Xavier Dolan) dengan ibunya, Chantale (Anne Dorval). Terkesan biasa, namun oleh Xavier Dolan, J’ai Tue Ma Mere menjadi sebuah sajian memikat berkat benturan dua karakter unik yang sama – sama dramatis hingga meski terkesan berlebihan, ada sesuatu yang lucu dari gesekan dua karakter tersebut. Dan meski keduanya saling memaki satu sama lain, tak bisa dipungkiri tebalnya rasa sayang diantara ibu dan anak tersebut. Keduanya jelas saling membutuhkan dan tidak bisa hidup tanpa kehadiran satu sama lain. Hubungan yang naik turun berbalutkan visualisasi yang terkesan artistic sekaligus berlebihan dan melimpahnya adegan slow motion yang mengingatkan saya pada In The Mood For Love berhasil mengaduk emosi. Dramatisasi konfrontasi antara Hubert dengan ibunya yang cukup berlebihan bisa jadi menghibur bagi sebagian orang, namun sangat dimaklumi kalau ada orang yang merasa sebal melihatnya. Dramatisnya hubungan ibu dan anak dalam film ini sebenarnya sudah terlihat dari judulnya yang terkesan sensasional dan provokatif.


Setiap orang pasti pernah melewati galaunya masa muda usia belasan tahun. Masa dimana sebagian besar waktu disibukkan dengan aktivitas mencari jati diri. Masa di mana muncul rasa sensitifitas yang tinggi menyikapi segala hal yang berkaitan dengan eksistensi diri. Masa muda senantiasa diliputi gairah dan emosi yang menuntut untuk dilampiaskan. Kagum dengan bagaimana Xavier Dolan menumpahkan segala apa yang dia rasakan dan dia alami ke dalam sebuah karya audio visual yang memikat. J’ai Tue Ma Mere yang dia hasilkan saat usianya belum genap 20 tahun dan berhasil menembus Cannes ini dia akui merupakan semacam autobiography dari penggalan masa mudanya. Inilah yang membuat J’ai Tue Ma Mere terlihat istimewa. Xavier Dolan menggunakan film sebagai sarana curhat. Kalau lewat J’ai Tue Ma Mere Xavier Dolan menumpahkan perasaannya kaitannya dengan hubungannya dengan sang ibu, lewat film keduanya, Les Amours Imaginaires (Heartbeats), Dolan lagi – lagi mengulik soal hubungan antar manusia yang dikaitkan dengan kejujuran rasa. Dengan sentuhan visualisasi yang hampir sama, kedua film tersebut sangat kental dengan luapan kegelisahan dari Dolan. Tentu saja disajikan lewat sudut pandang yang dia yakini, entah itu benar atau salah.


Tidak semua remaja bisa menyalurkan emosi mereka ke dalam sebuah karya yang tidak asal – asalan. Xavier Dolan adalah sosok beruntung yang bisa menyalurkan energy besarnya ke sesuatu yang positif. Di luar sana, banyak anak muda yang kurang beruntung dengan meluapkan emosi mereka ke aksi – aksi yang bukannya konstuktif, justru membawa kerusakan seperti terjebak obat terlarang dan alcohol. Di luar orientasi seksualnya yang masih menjadi masalah oleh sebagian orang, tidak bisa dipungkiri Xavier Dolan adalah manusia kreatif yang pantas diberi penghargaan. Dolan justru membuktikan kalau orientasi seksual tidak ada korelasinya dengan kualitas individu.

2 comments:

andyputera mengatakan...

padahal seminggu lalu liat trailer film ini, eh uda direview ama mas soeby..wah kalo gitu pengen hunting ni filmnya, suka dgn gaya direct nya xavier dolan yg rada wong kar wai itu hehhe

Anonim mengatakan...

adakah DVD ori-nya di Indonesia? 0_o

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST