ALAMAR


Sebelum berpisah dengan Natan yang harus mengikuti ibunya, Jorge memperkenalkan anaknya dengan kehidupan laut bersama dengan sang kakek, Nestór. Natan diajak untuk melihat bagaimana seorang manusia laut (nelayan) menjalani kehidupannya, mulai dari kegiatan pemanfatan sumber daya laut yang ada sampai dengan strategi bertahan hidup di perairan. Alamar sekali lagi menegaskan kalau laut (masih) merupakan dunia yang dikuasai oleh lelaki. Sepanjang durasi kita disuguhi interaksi pria tiga generasi dengan laut. Lewat ketiga pria tersebut dapat kita lihat sebuah proses pembentukan seorang nelayan, dimulai dari Natan yang belajar dari sekedar melihat atau membantu hal – hal kecil, Jorge yang meski sudah dewasa namun masih harus mempelajari beberapa hal menaklukan buruan, sampai kepada Nestór yang dimatangkan oleh pengalaman yang didapat dari proses yang cukup panjang. Selain itu, Natan juga diajak untuk mengenali dan mengakrabi spesies yang ada. Meski tidak disampaikan secara gamblang, sang ayah dan sang kakek memberikan pelajaran akan kearifan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada. Tidak ada kesan eksploitasi. Mereka hanya mengambil sebatas yang mereka butuhkan. Meski memanfaatkan beberapa peralatan modern, dalam berburu mereka masih menggunakan cara – cara yang tidak menyebabkan kerusakan ekosistem, hingga keindahan laut tetap terjaga.


Alamar tidak melulu memperlihatkan bagaimana nelayan menjalani kehidupannya, namun juga menghadirkan hubungan ayah anak. Beberapa kali dihadirkan gambar – gambar dimana Jorge bermain dengan Natan. Dengan minimnya sentuhan feminim, hubungan antara ayah anak lebih ditunjukkan dengan aktivitas yang melibatkan fisik, dengan sedikit suara. Bukannya tidak ada, hanya porsinya saja yang lebih sedikit. Jorge mungkin saja dilihat sebagai ayah yang kurang baik, namun paling tidak dia telah mengenalkan kehidupan laut kepada anaknya. Siapa tahu kedepannya, keturunannya tersebut lebih bisa menghargai laut dengan semestinya. Memanfaatkan tanpa mengeksploitasi yang merusak. Keputusan Jorge untuk melepas Natan, saya yakin demi kebaikan anaknya juga.


Nyaris tanpa letupan emosi sama sekali, menyaksikan Alamar itu ibarat menyaksikan sebuah tayangan produksi National Geographic, bahkan kadang malah tak ada bedanya dengan program Mancing Mania yang tayang di salah satu TV swasta. Meski demikian, entah mengapa saya amat menyukai film ini. Mungkin hal tersebut disebabkan oleh kemampuan Pedro González-Rubio menghadirkan gambar – gambar yang membuat saya ikut merasakan suasana laut. Terutama sekali pada saat adegan perjalanan perahu/kapal dimana saya seakan berada di perahu/kapal tersebut hingga perut terasa mual. Padahal bukan tontonan 3D lho. Didukung lokasi yang indah, film ini tak lupa menghadirkan gambar – gambar indah yang sedap dipandang. Selain itu, meski tidak terpampang dengan jelas, saya merasakan sebuah ikatan kasih sayang yang kuat dan alami antara ketiga lelaki tiga generasi tersebut. Rasa tersebut yang membuat film ini seakan mempunyai hati. Kalau kamu pernah menyukai Jermal, ada kemungkinan

1 comments:

Anonim mengatakan...

ya saya juga menyukai film seperti ini...ada ikatan batin yang kuat antar 2 ciptaan tuhaan...shingga segala hal yang bersifat kemewahan tidaklah penting...hanya rasa saling menyayangi

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST