Sebelumnya saya minta maaf, apabila tulisan saya ini ada yang menyinggung pihak – pihak tertentu. Bukanlah sebuah kesengajaan, namun lebih karena kekurangtahuan saya. Mohon dibenarkan apabila ada kesalahan.
Waria/transgender sekarang ini sudah banyak yang berani tampil di masyarakat. Namun tidak bisa dipungkiri kalau keberadaan mereka seringkali dipandang sebagai anomali. Nasib mereka seringkali sungguh mengenaskan karena minimnya penerimaan. Mereka seringkali jadi obyek lelucon, hinaan dan kekerasan. Nasib mereka di layar lebar pun tidak begitu menggembirakan. Berapa banyak coba film yang menggambarkan waria berbahagia. Kalau tidak jadi obyek yang munya memancing tawa, ya menemui nasib tragis di penghujung film. Bukannya tidak ada lho, tapi masih sedikit jumlahnya. Mungkin memang apa yang terpampang di layar itu merupakan refleksi kehidupan nyata. Saya dulu waktu kuliah pernah melakukan pengamatan terhadap sebuah komunitas waria. Miris hati ini melihat kehidupan mereka sehari – hari. Sudah dibuang keluar, susah cari makan masih harus memasang topeng canda agar bisa diterima masyarakat sekitar.
The Unkabogable Praybeyt Benjamin / Private Benjamin memberikan gambaran yang menurut saya cukup berbeda dari kebanyakan film tentang waria. Ada sosok waria bernama Benjamin "Benjie" Santos VIII (Vice Ganda) yang apesnya mempunyai sejarah keluarga yang kurang menguntungkan pilihannya. Tapi Benji masih beruntung karena bapak, ibu dan adik – adiknya begitu menyayanginya. Meski ditolak oleh keluarga besar ayahnya, Benji hidup dengan limpahan kasih sayangnya. Lucunya, meski gemar berdandan ala perempuan, Benji awalnya enggan dikatakan pecinta sesama jenis. Hal ini digambarkan sangat jenaka di film arahan Wenn Deramas.
Sampai datang situasi yang mengharuskan Benji harus masuk ke dunia militer yang lekat dengan image keras dan macho. Beruntungnya (lagi), Benji dipertemukan dengan orang – orang yang mendapat stigma aneh/abnormal dari masyarakat kebanyakan. Sehingga di tempat pelatihan militer, Benji tidak merasa kesepian. Selama masa pelatihan di barak inilah, kita digempur dengan kelucuan demi kelucuan akibat benturan maskulinitas dengan feminitas artificial ala Benji. Meski polah tingkah Benji lumayan dieksploitasi demi memancing kelucuan, untungnya film ini masih setia dengan misi utama yang diembannya yakni, waria/transgender mempunyai kesempatan yang sama seperti halnya mereka yang katanya normal.
The Unkabogable Praybeyt Benjamin ini di mata saya menampilkan porsi yang pas demi mengangkat citra waria/transgender. Syukur – syukur karakter Benji bisa jadi inspirasi buat mereka yang mengambil pilihan jadi waria/transgender. Sebuah pilihan yang dianggap berbeda, karenanya banya tantangan demi membuktikan kalau pilihan tersebut tidaklah salah. Tidak ada upaya mendramatisir beban yang harus ditanggung oleh Benji. Pendekatan komedinya pas karena Benji tak hanya jadi obyek tawa namun juga diimbangi dengan usahanya dalam pembuktian. Tidak seperti Madame X yang sebenarnya juga mempunyai tema yang sama, The Unkabogable Praybeyt Benjamin ini terasa lebih ringan karena focus pada tema yang diusung. Madame X menarik. Sayangnya terlalu banyak isu yang diusung di dalamnya.
The Unkabogable Praybeyt Benjamin ini disambut baik di Filipina sana loh. Buktinya, film ini sempat menjadi film Filipina terlaris sepanjang masa. Kabarnya, aksi Benji akan bisa kembali disaksikan lagi di tahun 2013 ini. Kalau sudah menyaksikan The Unkabogable Praybeyt Benjamin, maka akan muncul bayangan kprah Benji bakal makin mendunia. Daaan…..saya selalu ngakak kalau melihat ulang ending The Unkabogable Praybeyt Benjamin. Happy ending bukan, sad ending juga bukan :D
0 comments:
Posting Komentar