LOVE STORY FOR VALENTINE : CHEENI KUM

Kapan cinta itu datang? Ternyata cinta itu datang kapan saja tanpa bisa kita duga. Di usianya yang ke 64 tahun, hati Buddhadev Gupta (Amitabh Bachchan) dikejutkan dengan datangnya cinta. Di usia yang bisa dibilang tua, Buddha bukannya tidak pernah menjalin cinta, namun hidupnya lebih dia dedikasikan pada restoran dan juga bocah kecil yang terkena penyakit mematikan yang sering dia panggil dengan sebutan Sexy (Swini Khara). Buddha juga harus merawat ibunya yang meski sudah renta, namun masih centil dan bermulut tajam. Well, merawat sebenarnya bukanlah kata yang tepat mengingat waktu Buddha habis tersita demi restorannya. Yup, bagi Buddha, restorannya yang terletak di London adalah segalanya. Di tempat itu, Buddha menuntut sebuah kesempurnaan tanpa tawar.

Namun hal tersebut tidak berlaku lagi ketika hadir Nina Verma (Tabu) yang mengoyak keegoisan Buddha dengan tidak menilai sempurna menu yang dihidangkan. Dari situ, justru terjalin hubungan yang makin dalam diantara keduanya dengan mengesampingkan fakta kalau Nina berusia 30 tahun lebih muda dari Buddha. Kekerasan hati Buddha perlahan mulai mengalami keluruhan oleh kesigapan Nina dalam mementahkan pandangan dari Buddha. Ketika sudah terjalin hubungan yang makin intim diantara keduanya, maka tugas selanjutnya adalah memberitahukan ikatan keduanya kepada ayah Nina, Omprakash Verma (Paresh Rawal). Dan terbanglah Buddha menuju India untuk menemui lawan yang tak kalah keras hati dan menggunakan cara-ara yang diajarkan oleh Gandhi dalam salah satu aksinya.
Cheeni Kum bolehlah dibilang merupakan sajian yang sedikit berbeda dengan film Bolly kebanyakan. Buat yang terbiasa dengan film Bolly yang heboh – heboh, dijamin kecewa ketika menyaksikan film ini. Isinya ngobrol melulu. Namun menurut saya, disinlah letak keunggulan dari Cheeni Kum. Tidak mudah menghadirkan sebuah sajian penuh ngobrol, namun tetap asyik buat dinikmati. R. Balki selaku penulis naskah sekaligus sutradaranya, berhasil memikat saya dengan rentetan dialog yang mengasyikkan. Kesan asyik ini dimata saya dampak dari karakterisasi Nina yang juga asyik. Dengan karakterisasi yang jauh dari stereotype namun tetap terasa membumi, kalimat – kalimat yang meluncur dari mulut Nina sungguh sulit ditebak. Tak heran kalau hati Buddha yang sekaras batu itu bisa dilembutkan perlahan. Film ini menginspirasi kita untuk tidak perlulah terlalu kaku, terutama dalam hal cinta.

Dan seperti kebanyakan film cinta, chemistry yang kuat adalah sebuah keharusan. Paduan dua bintang senior, meski beda generasi, mampu dengan baik memberikan nyawa bagi karakter yang mereka perankan sehingga hubungan dua sejoli yang njomplang secara usia tersebut tidaklah terlihat memalukan. Pemilihan Amitabh Bachchan dan Tabu adalah sebuah langkah cerdas. Siapa yang meragukan pesona Amitabh Bachchan? Nih orang, makin berumur, daya tariknya masih saja kuat. Sedangkan Tabu dengan wajah lembutnya bisa dengan mudah memikat hati. Pemilihan Paresh Rawal juga sangatlah tepat demi mengimbangi Amitabh Bachchan. Meski minim wajah muda, Cheeni Kum bolehlah dipertimbangkan sebagai sebuah tontonan alternative di Hari Kasih Sayang. Apalagi buat pasangan dengan perbedaan usia yang cukup banyak. Filmnya gak berat kok, bahkan ada selipan humor yang cukup berhasil memancing senyum dan tawa. Momen romantisnya juga ada. Dan lagi ini filmnya R. Balki sebelum sukses dengan Paa lho. Nama yang satu ini tampaknya patut ditunggu karya – karyanya, terutama karya selanjutnya yang diberi judul English Vinglish. Meski dalam film tersebut R. Balki tidak bertindak sebagai sutradara dan hanya sebagai penulis, namun English Vinglish saying untuk dilewatkan. Mengapa? Ada Sri Devi!

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST