JAVA HEAT



Gara – gara terlihat di TKP AKSI bom bunuh diri yang menewaskan sosok penting kerajaan di Jawa, Jake Travers (Kellan Lutz) harus bersinggungan dengan Hashim (Ario Bayu), seorang aparat Densus 88 yang tupoksinya menghalau dan mengusut aksi terror. Hubungan keduanya itu walau awalnya dilandasi rasa tak percaya yang kuat, namun pada akhirnya mereka harus bekerja sama mengurai simpul kejahatan yang ternyata memuat banyak motif dan juga ditunggangi oleh banyak pihak.
Java Heat yang ditangani oleh Keluarga Allyn ini (tampaknya) mempunyai misi yang sangat mulia dalam hal memperkenalkan secuil budaya Indonesia, terutama Jawa. Maunya sih muatan local, dengan target global gitu. Ketertarikan Keluarga Allyn akan Indonesia ini tidak mengherankan mengingat sebelumnya mereka mempersembahkan Trilogi Merah Putih yang sarat nilai – nilai perjuangan nasional meski keduanya nota bene adalah keluarga Bule yang dalam Java Heat di asumsikan sebagai Stupid White People. Sebuah asumsi yang menurut saya kok kurang sesuai ya dengan kenyataan yang ada sekarang. Entah kalau di masa lalu. Setahu saya (yang sangat mungkin salah) berdasarkan pengamatan terhadap orang – orang di sekitar di masa sekarang, kata “bule” tidak merujuk pada frase di atas. Dengan pengertian tersebut, harusnya banyak yang malu dong kalau gaul sama bule. Malu sombong ya. Padahal kebanyakan kitakan memandang mereka berada setingkat lebih tinggi dari pada kita. Malu karena rendah diri ya. Yaah…secara body sih mereka memang lebih tinggi, tapi kan derajat manusia di mata Tuhan itu hanya dibedakan oleh keimananya saja. Begitulah yang dikhotbahkan oleh para pemuka agama.




Demi misi mulia seperti yang dikemukakan di atas tadi, Java Heat menghadirkan beberapa hal yang dipandang erat dengan budaya Indonesia (Jawa) seperti Islam, wayang kulit, batik, nasi goreng, becak, keraton, busana adat dan lain – lain. Karena syutingnya di Jogya maka Java Heat tak ketinggalan menampilkan situs kebudayaan seperti Candi Borobudur. Masyarakat Indonesia (Jawa) juga digambarkan sebagai sosok yang ramah dan toleran. Sesama anggota masyarakat saling hidup rukun meski mempunyai keyakinan yang berbeda. Gambaran ini menjadi mentah sih ketika ada aksi telikung dalam keraton dan juga aksi terorisme.
Meski film dengan misi budaya, Java Heat sejatinya tetaplah sebuah film action. Hasil akhirnya? Lumayanlah. Tidak bikin kita teriak “wow” namun juga tidak bisa dibilang jelek. Java Heat mengingatkan saya pada film Indonesia produk lampau yang menghadirkan Cynthia Rothrock atau Frank Zagarino *kemudian membayangkan Ayu Azhari* Dengan balutan aksi yang biasa saja, naskah yang tidak rapat, dialog ringan yang maunya lucu serta presentasi acting yang kurang mengesankan, Java Heat ini adalah jenis sajian yang idealnya dinikmati dengan santai. Hindari ekspektasi yang berlebihan (saran ini berlaku untuk semua film sih). Kalau saya sih lumayan menikmati film ini.





Yang membuat saya merasa sebal dengan film ini adalah betapa jeleknya penampilan dari Mickey Rourke. Secara fisik maupun secara acting. Mickey makin tua dan lebar, dan aktingnya dalam film ini tidak menunjukkan jejak pengalaman yang lama di dunia sinema. Mungkin hal ini disebabkan karakterisasi yang jauh dari mantap. Kehadiran Atiqah Hasiholan ternyata juga sangatlah terbatas, hingga dia tidak bisa memberikan sesuatu yang special. Kellan Lutz? Yaaah…begitulah. Karakter yang dia perankan tidak terlihat smart dan tangguh. Sedangkan Ario Bayu sebenarnya mampu memberikan penampilan yang cukup bagus andaikan dia lebih piawai dalam mengolah bahasa tubuh. Sebagai seorang penegak hukum, gesturenya kurang tegas. Contoh kecil saja, cara berjalannya kurang tegap dan mantap. Tapi chemistry Ario Bayu dengan Kellan Lutz lumayan dapet sih. Daaaaan….penampil yang paling saya sukai dalam Java Heat ini adalah … *jeng jeng* …. Uli Auliani! Siapa coba aktris Indonesia terkini yang mampu tampil binal menggoda dengan begitu naturalnya selain Uli Auliani?

0 comments:

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST