BLUE IS THE WARMEST COLOR / LA VIE D’ADELE – CHAPITRES 1 & 2




Di usianya yang menjelang dewasa, Adele (diperankan dengan sangat bagus sekali oleh Adele Exarchopoulos) dibuat gamang dan gelisah akibat gairah yang merasukinya. Gairah yang masih dipandang tabu oleh sebagian banyak orang, bahkan di wilayah yang dalam pandangan kita sangatlah permisif, yakni Perancis. Gairah tabu yang menggelegak dalam dirinya akhirnya menemukan penyaluran saat Adele dipertemukan dengan Emma (Lea Seydoux, yang selalu konstan bermain apik seperti di Sister dan Farewell, My Queen).

Di sisi Emma, Adele terlihat merasa nyaman dan bebas memuntahkan segala gairahnya. Denga karakter yang bertolak belakang, mereka justru menjadi pasangan yang sepadan dan saling melengkapi. Berbeda dengan Emma yang bisa secara lepas mengekspresikan gairahnya, Adele cenderung berhati – hati sehingga bayangan kegamangan dan kegelisahan seakan enggan lepas dari wajahnya. Karakter yang bertolak belakang dari dua insan sesame jenis tersebut dikuatkan dengan gambaran latar belakan keluarga masing – masing. Acara makan malam menjadi sebuah penegas yang tidak boleh diabaikan dalam penguatan karakter tersebut.

Dengan durasi hampir 3 jam, Blue is The Warmest Color tidak terpeleset menjadi sebuah tontonan yang menjemukan. Abdellatif Kechiche yang sebelumnya berhasil mengesankan saya lewat The Secret of The Grain berhasil menyajikan sebuah tontonan yang mampu memikat emosi secara konstan dari awal hingga akhir. Beragam emosi mampu diolah secara ciamik hingga mudah bagi penonton untuk merasa terikat dan merasa terwakili. Gairah, getar – getar asmara, kegelisahan, kebingungan dan beragam emosi lainnya.  Applaus meriah untuk tautan yang mengesankan dan meyakinkan dari dua bintang utamanya (agak malas menulis nama mereka. Susah ;p). Hal tersebut menjadi salah satu kekuatan film ini sekaligus kekuatan untuk membangun adegan yang mungkin ditunggu banyak orang yakni pergelutan ragawi yang lumayan terpampang nyata dengan durasi yang setara dengan jangka waktu yang kita butuhkan untuk membuat tempe goreng.

Blue is The Warmest Color sejatinya bukan sebatas kisah perempuan yang tertarik dengan perempuan lain. Namun lebih kepada satu fase kehidupan dari Adele. Tentang pilihan – pilihan Adele dan bagaimana dia menyikapi dampak dari pilihannya tersebut. Saya yakin, seperti halnya pilihan – pilihan yang kita ambil, apa yang dipilih oleh Adele itu belumlah final karena Adele akan terus berproses. Sampai mampus.

8 comments:

gunawan triantoro mengatakan...

Bener,dgn durasi 3 jam....sama sekali tidak membosankan... Penampilan yg Luar biasa dari Lea dan Adele.... Cerita yg simple tapi 'mendalam'....

Kangen baca review film2 'tidak mainstream' dari mas Soeby nih makanya
main2 kesini,hehehehe..... Terus nulis ya mas....

Soeby mengatakan...

ihiiy...komentar anda mjd komentar paling hangat tahun ini. Makasih udah mampir :) Diusahakan selalu nulis :p

tedinajwa mengatakan...

paman,,kenapa yah kalo diriku seleranya malah suka ga sreg kalo melihat film2 non mainstream/banyak bintang pujian/menang berbagai award festival,,,soale alur ceritanya itu suka lambat,lama,trus suka pake metafora2 segala,,,dari amour,the pass/la passe,,nobody knows,,still walking,,smashed dan lain lain

tedinajwa mengatakan...

tapi pengecualian buat a separation,okuburito itu sukses bikin mangap sangking bagusnya,,,

soeby mengatakan...

@teddynajwa : hmmm...masalah selera sih ya. Kala kasus pada diriku, nonton film selalu berkaitan dengan niat dan tujuan dari nonton film itu sendiri. Kalo niat dan tujuannya nyari hiburan, menempatkan sebuah film ya sebatas film hiburan, hal2 lain yang didapatkan menjadi bonus tersendiri. Berbeda dengan nyari yang lain, mencari inspirasi kehidupan misalnya *tsah*, maka akan menggiring kita untuk nyari film2 dengan konten demikian dan berusaha fokus menontonnya. Kebetulan, niat dan tujuan nonton film yang demikian yang sering mendorongku untuk menonton sebuah film.

Daniel mengatakan...

Suka banget sama Warmest Color, walayupun nyakitin banget filmnya. D: Bisa dibilang versi lesbiannya Brokeback Mountain mungkin ya. Btw izin tukeran link yah. :D

Soeby mengatakan...

@daniel : kalo menurutku ini lebih ke pencarian identitas sih, sedangkan Brokeback itu lebih ke satire terhadap maskulinitas, makanya milih koboi yang disorot. Salam kenal yah :)

Anonim mengatakan...

tapi sad ending. :(

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST