THE IDES OF MARCH

Konon, Julius Caesar menemui ajal setelah ditikam sebanyak lebih dari 20 kali pada tanggal 15 Maret. Pada saat itu, sebelumnya Julius Caesar sudah diperingatkan kalau pada hari itu merupakan Ides of March, saat dimana bulat terbentuk bulan bundar tepat ditengah bulan yang seringkali diyakini bukan hari yang baik. Penikaman terhadap Julius Caesar mengindikasikan sebuah konspirasi politik yang pelik dan kejam. Penggunaan The Ides of March sebagai judul film arahan termutakhir dari George Clooney ini tampaknya bersandarkan pada hal tersebut. Perhatikan saja ketika judul ditampilkan dengan latar belakang bangunan yang setipe dengan bangunan-bangunan di jaman Julius Caesar bertahta. The Ides of March yang salah satu produser eksekutifnya adalah Leonardo Di Caprio (setelah sebelumnya melepas peran Stephen Meyers kepada Ryan Gosling) ini menghadirkan sebuah intrik politik yang cukup pelik.

Menariknya, intrik politik tersebut difokuskan di dalam kubu salah satu politikus dan melibatkan orang – orang di balik layar, yakni para juru sukses dari Mike Morris (George Clooney) yang siap memimpin dunia via jabatan Presiden Amerika Serikat. Sudah diketahui oleh umum, seorang kandidat presiden senantiasa didukung oleh orang – orang hebat dan berdedikasi tinggi demi melancarkan kemenangannya. Mike Morris didukung Paul Zara (Philip Seymour Hoffman) yang merupakan manajer kampanye kawakan serta Stephen Meyers (Ryan Gosling) yang jauh lebih muda dan idealis.

Sajian utama dari The Ides of March sejatinya adalah perkembangan karakter dari Stephen Meyers. Sejak layar dibuka kita langsung diperkenalkan dengan sosok Stephen Meyers, bukannya Mike Morris. Stephen adalah sosok muda idealis yang percaya politik sebagai sarana perubahan menuju kebaikan dengan Mike Morris sebagai panglimanya. Dedikasi Stephen terhadap Mike Morris tidak perlu dipertanyakan lagi. Dunia politik tampaknya membutuhkan sebuah kematangan. Hal inilah yang belum dimiliki sepenuhnya oleh Stephen Meyers. Satu blunder yang dia lakukan berdampak pada keberadaan Stephen pada jajaran elit juru kampanye dari Mike Morris.

Intrik makin pelik ketika Stephen menjalin hubungan dengan pendukung Mike Morris yang masih muda belia, Molly Stearns (Evan Rachel Wood) yang pada perkembangannya tersangkut “se-su-a-tu” yang bisa mengancam kredibilitas sang kandidat. Sadar dunia politik bukanlah dunia yang ramah dan tidak ingin “pialanya” terlepas, Stephen bertransformasi menjadi sosok yang siap menendang siapa saja yang menghadang. Bahkan Mike Morris sekalipun. Pada akhirnya, Stephen bukanlah sosok pendukung, namun telah menjelma menjadi sang dalang, si pemegang kendali. Dan layarpun ditutup dengan image yang mencerminkan hal tersebut.

Sungguh mengasyikkan menyaksikan The Ides of March ini. George Clooney makin menunjukkan tajinya di kursi sutradara dengan memaksimalkan semua lini. Bahkan dia terjun langsung dalam pengolahan naskah yang bersumber dari buku berjudul Farragut North karya Beau Willimon. Hasilnya, naskahnya begitu padat berisi. Dialog seputar umur yang terkesan biasa saja, menurut saya memang harus diselipkan untuk menegaskan betapa kemudaan kadang memang berkaitan dengan proses pengambilan keputusan. Meski intrik politik terkadang termasuk berat ketika disajikan sebagai tontonan visual, namun percayalah, The Ides of March bias cepat kita nikmati. Hal ini makin ditunjang dengan jajaran cast yang tidak perlu diragukan lagi kualitas aktingnya. Ryan Gosling, George Clooney, Philip Seymour Hoffman, Paul Giamatti, Marisa Tomei, Jeffrey Wright dan Evan Rachel Wood tampil pas sesuai porsinya masing –masing. Bahkan, Max Minghella dengan porsi terbatas pun tampil bagus. Tokoh yang dia perankan makin mempertegas susunan kelas dalam tim sukses Mike Morris.

Diantara jajaran bitang berkualitas tadi, Ryan Gosling dan Evan Rachel Wood pantas diberikan poin lebih. Sosok Stephen dengan perkembangan karakter dan emosi yang naik turun, dipresentasikan dengan ciamik oleh Gosling. Apa yang jadi pergulatan batinnya, terpancar lewat olah ekspresi yang apik. Rachel Evan Wood bukanlah sekedar pemanis belaka. Molly yang dia perankan memegang peran dalam mempertajam intrik. Keindahan ragawinya berhasil Evan Rachel Wood imbangi dengan olah peran yang bagus. The Ides of March tidak hanya ditopang dengan naskah dan tampilan acting berkelas, namun juga gambar-gambar yang berbicara kuat. Sebuah sajian apik yang sayang untuk dilewatkan.

2 comments:

Nugros Watch mengatakan...

gtw knapa ane demen ma film ini,
emang sih pnyelesaian kongliknya kayanya terlalu simple--kurang greget

*dan yaa..........PSH dan Tomei bner2 disia-siain bakatnya disini,trutama Tomei yg nongol bntar doang ckck

Soeby mengatakan...

Filmnya emang bagus dan menurutku, olahan konfliknya cukup pas :)

 

BLOG LIST

BLOG LIST

BLOG LIST